aku terlonjak melihat buku dengan cover hijau lembut ini
pikiranku menerawang jauh mencari serpihan-serpihan memori itu.
dan seolah tak sadar, saat itu kembali tersketsa nyata di depan mataku.
perlahan aku menyibak bayangan tiga dimensi ini
Sore itu seperti biasa aku duduk di ruang tamu seraya sibuk
bercengkrama dengan barang-barang bawaanku dari Banjarmasin. Rasa
bahagia menyelimutiku, bagaimana tidak, minggu ini kami berkumpul
kembali, maklum aku dan adeku tinggal di Banjarmasin, mamaku tinggal di
Martapura, dan ayahku tinggal di Tanjung. Ah~bahagia aku membayangkan
akan terjadi diskusi ketauhidan dari ayahku yang kuyakini akan menyiram
imanku. Tiba-tiba ayahku berjalan ke arahku seraya menyerahkan sebuah
buku. Buku sederhana dengan cover hijau. Beliau menyuruhku membacanya.
Yah... ayahku bisa dikategorikan sebagai kolektor buku dan kitab-kitab,
entah itu kitab gundul, arab melayu, kitab kuning, hadits-hadits, hingga
Tafsir Al-Misbah. Beliau memang hobi membeli buku tanpa tau kapan bisa
membacanya #hihihi. Yang kadang ujung-ujungnya anaknya lah yang
memanfaatkannya.
Dan kali ini buku itu membuat emosiku bergemuruh. Apa ini? Apa maksudnya? judul buku ini membuatku sedikit bergidik "Nikmatnya Berumah Tangga" karya Saifuddin Aman Al-Damawi.
Aku kaluuttt... seperti anak manja kupasang tampang cengengesanku.
Beliau hanya menyuruhku membacanya. Katanya ini bagus untukku.
Ya Allah... seperti ada beban berat yang jatuh ke punggungku. Berat namun tak berasa. Otakku mulai merespon berbagai kemungkinan tentang buku ini. Kenapa ayah menyuruhku membacanya? apa aku sudah cukup umur? apa aku sebentar lagi disuruh itu? apa aku sudah di beri lampu kuning? atau jangan-jangan sudah lampu hijau? kenapa harus dengan buku berjudul ini... kenapa bukan kitab-kitab terjemahan tauhid atau tasawuf? Ohh~ sontak berbagai paradigma berkecamuk di otakku. Mulai dari temanku yang menyuruhku pacaran #teman yang sudah terkontaminasi, hingga mereka yang berusaha mencarikannya untukku yang selalu kubalas dengan ketidakinginan karena bagiku pacaran itu merusak mental, iman, dan agama. Dan alhamdulillah, saat aku goyah aku masih dihindarkan dari itu semua.Berbagai pertanyaan muncul, Apa aku sudah patut mencari pendamping hidup? apa aku sudah siap? Aku bahkan merasa masih seperti anak ingusan, aku bahkan tidak bisa dandan dan tidak memperdulikan penampilan, aku bahkan belum menguasai resep-resep makanan yang enak-enak, aku bahkan belum lulus kuliah, aku bahkan belum bekerja, aku bahkan masih terbilang suka bermanja-manja dengan orang tua, aku bahkan belum mandiri sepenuhnya, aku bahkan belum mengabdi kepada agama sepenuhnya, Ya! aku masih belajar menjadi seorang muslimah berkarakter, aku masih punya cita2 yang belum terwujud, aku masih belum membahagiakan orang tua sepenuhnya, dan berbagai alasan lainnya.
Ya Allah... seperti ada beban berat yang jatuh ke punggungku. Berat namun tak berasa. Otakku mulai merespon berbagai kemungkinan tentang buku ini. Kenapa ayah menyuruhku membacanya? apa aku sudah cukup umur? apa aku sebentar lagi disuruh itu? apa aku sudah di beri lampu kuning? atau jangan-jangan sudah lampu hijau? kenapa harus dengan buku berjudul ini... kenapa bukan kitab-kitab terjemahan tauhid atau tasawuf? Ohh~ sontak berbagai paradigma berkecamuk di otakku. Mulai dari temanku yang menyuruhku pacaran #teman yang sudah terkontaminasi, hingga mereka yang berusaha mencarikannya untukku yang selalu kubalas dengan ketidakinginan karena bagiku pacaran itu merusak mental, iman, dan agama. Dan alhamdulillah, saat aku goyah aku masih dihindarkan dari itu semua.Berbagai pertanyaan muncul, Apa aku sudah patut mencari pendamping hidup? apa aku sudah siap? Aku bahkan merasa masih seperti anak ingusan, aku bahkan tidak bisa dandan dan tidak memperdulikan penampilan, aku bahkan belum menguasai resep-resep makanan yang enak-enak, aku bahkan belum lulus kuliah, aku bahkan belum bekerja, aku bahkan masih terbilang suka bermanja-manja dengan orang tua, aku bahkan belum mandiri sepenuhnya, aku bahkan belum mengabdi kepada agama sepenuhnya, Ya! aku masih belajar menjadi seorang muslimah berkarakter, aku masih punya cita2 yang belum terwujud, aku masih belum membahagiakan orang tua sepenuhnya, dan berbagai alasan lainnya.
aku bingung. Duniaku seolah berpindah. Sosok seorang pendamping yang tak sempat kupikirkan kini seolah jelas di depan mata. Bagaimana ini?? aku maluuu >////<. Apalagi adeku yang terus menggodaku. Ia sukses membuat rona merah di pipiku.
Huaaa~ aku belum siap ayah... aku hanya bilang seperti itu seraya mengembalikan bukunya. Tapi ayahku malah menyuruhku membawanya dengan tegas. Ada apa ini?
Bermacam-macam sosok lelaki pun menghampiri otakku, mulai dari yang
biasa-biasa aja sampai yang alim. Aku menggeleng-gelengkan kepala. Apa
ayahku menyuruhku mencari mereka? apa ayahku menyuruhku bertindak, apa
masa kanak-kanakku sudah usai?
kemudian sayup-sayup terdengar beliau menjelaskan maksudnya, kalau buku ini untuk referensiku dalam bergaul dan memilah-milah mana pendamping yang baik serta memilah-milah bagaimana aku harus bertindak/ bergaul dengan laki-laki.Ya... kuakui diusiaku saat ini memang usia-usia virus merah jambu merebah. Dibuku itu juga tak ketinggalan membahas "kebebasan atas nama cinta" yang sekarang lagi tren. Juga penjelasan tentang cara yang baik, benar, dan barokah dalam memilih pasangan.
kemudian sayup-sayup terdengar beliau menjelaskan maksudnya, kalau buku ini untuk referensiku dalam bergaul dan memilah-milah mana pendamping yang baik serta memilah-milah bagaimana aku harus bertindak/ bergaul dengan laki-laki.Ya... kuakui diusiaku saat ini memang usia-usia virus merah jambu merebah. Dibuku itu juga tak ketinggalan membahas "kebebasan atas nama cinta" yang sekarang lagi tren. Juga penjelasan tentang cara yang baik, benar, dan barokah dalam memilih pasangan.
Dengan malu-malu kuambil buku itu. Bawa sajalah dulu kupikir. Dalam
hati aku berazam ingin menjadi perempuan solehah yang serba bisa supaya
dapat menyenangkan suami. Aiihhh~ lagi-lagi aku geleng-geleng kepala,
ini seperti pemikiran yang terlalu dewasa.
Namun tak dapat kupungkiri, Aku juga berharap ada seseorang yang mau
jadi Imamku. aku berharap ia mau membimbingku menuju ridho-Nya. Yahh...
Tuhanlah yang menilai kualitas diri kita, karena Ia Maha Adil, dan
semoga saja, aku yang hina ini semoga saja disandingkan dengan seseorang
yang dapat mengubahku menjadi seseorang yang bertabur cahaya Iman,
Islam, dan Ihsan. Diam-diam aku juga berdoa agar menjadi 'rezeki' yang
mulia bagi sosok imamku kelak. rezeki dunia akhirat. Dan terutama untuk
calon Imamku, semoga saja dia selalu mengazamkan dirinya untuk menjadi
lebih baik, semoga saja dia selalu berjalan di bawah naungan hidayah,
petunjuk, Ridho, dan rahmat-Nya. semoga aku dapat menjaga hatiku untuk
Sang Pencipta dan imamku kelak. amiiiin
impuls-impuls sarafku mulai bekerja... membentuk berjuta aksara untuk
sang calon imam... berjuta aksara permohonan untuk Sang Pencipta
imam...
aku tersenyum mengingat hal itu. Diam-diam aku menyusuri lorong-lorong
stimulus otakku, mencari-cari adakah celah waktu untuk meraup ilmu dari
buku ini.
:-)
BalasHapusWuiihhhh....keren banar ieh..!!
BalasHapusUntk bait-bait terakhirnya *puisi kalo lah :D* kuucapkan beribu-ribu "Amiinnn", semoga diijabah oleh Sang Pencipta Iman. :)
@ ka willy : apa maksud senyum.a ka? hehe :D
BalasHapus@edelweis: mbohh~ memuji kah menghibur kah ya :D
akhir.a dirimu nongol juga,,, hehe
amiinn... syukran katsiran
qm jua, q amiin.kan :D
aku bingung. Duniaku seolah berpindah. Sosok seorang pendamping yang tak sempat kupikirkan kini seolah jelas di depan mata. Bagaimana ini?? aku maluuu >////<.
BalasHapusMALU-MALU MAU... weee :p gkgkgkgk
kabuuurrr
ahahaha~ kd lucu :p
BalasHapus#lapor ke Pa satpam nyuruh nangkap
ngutip kalimat bayar~
hihi
Mantabb
BalasHapusmakasih :D
BalasHapusmudahan saurang tadapat jua nah...hehehehehehe...
BalasHapusmantab n salam kenal
amiiinnn :D
BalasHapuswaalaikum salam #lha?
salam kenal balik maksud.a :)