1. 'Semar' adalah Socrates-nya orang Yunani
Kisah-kisah perwayangan sangat mengesankan dan heroik. Dan di dalamnya juga  terdapat banyak pelajaran yang bisa kita petik. Wayang kulit adalah  bahasa pralambang, tamsil atau isyarat. Watak jujur misalnya,  dipersonafikasikan sebagai tokoh Bima Sena, atau Arya Werkudara, kstaria  gagah perkasa berpostur tubuh raksasa, dan tidak bisa menggunakan  bahasa Jawa krama yang halus. Dia hanya bisa ngoko, atau menggunakan  bahasa Jawa kasar. Bagi dia, kejujuran lebih penting daripada sekedar  halus atau berbasa-basi. Buat apa halus kalau tidak jujur. Sedangkan  yang kita jumpai dalam budaya kita justru kebalikannya: lebih penting  halus daripada jujur.
Kebalikannya adalah Buta Cakil: ini lambang kemunafikan. Buta Cakil adalah satu-satunya buta, atau raksasa dalam pewayangan, yang memiliki postur tubuh manusia atau ksatria. Kulitnya halus mulus seperti kulit manusia, bahkan pakaiannya batik seperti pakaian seorang priyayi, senjatanya pun keris, ini juga senjata para ksatria… hanya saja ia bermuka raksasa. Ia melambangkan makhluk-makhluk munafik: yang berpenampilan manusia, tapi sejatinya adalah raksasa buas pemakan manusia. Dan akhir lakon Buta Cakil selalu sama: dia mati berdiri tertusuk kerisnya sendiri. Wayang kulit juga merupakan catatan perjalanan spiritualitas orang Jawa sendiri. Sebelum masuknya agama Hindu-Budha ke tanah Jawa, orang Jawa sudah menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan nama asli Jawa, yaitu: Sang Hyang Taya: Dia Yang Tak Dapat Dibandingkan Dengan Segala Sesuatu. Sedangkan wayang kulit bukan produk Jawa 100%. Ceritanya diimpor dari India: Mahabharata dan Ramayana. Maka dewa-dewa Hindu pun masuk dan menghiasi pakeliran wayang kulit: Bathara Brahma, Wisnu dan Bathara Guru. Namun pada zaman Islam, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga wayang kulit pun di-Islamkan. Dewa-dewa Hindu dianggap sebagai anak-anak keturunan Nabi Adam. Dan senjata ampuh milik Prabu Yudhistira kalimasada, yang aslinya adalah kalimahosadha, diartikan sebagai Kalimat Sahadat.
Kebalikannya adalah Buta Cakil: ini lambang kemunafikan. Buta Cakil adalah satu-satunya buta, atau raksasa dalam pewayangan, yang memiliki postur tubuh manusia atau ksatria. Kulitnya halus mulus seperti kulit manusia, bahkan pakaiannya batik seperti pakaian seorang priyayi, senjatanya pun keris, ini juga senjata para ksatria… hanya saja ia bermuka raksasa. Ia melambangkan makhluk-makhluk munafik: yang berpenampilan manusia, tapi sejatinya adalah raksasa buas pemakan manusia. Dan akhir lakon Buta Cakil selalu sama: dia mati berdiri tertusuk kerisnya sendiri. Wayang kulit juga merupakan catatan perjalanan spiritualitas orang Jawa sendiri. Sebelum masuknya agama Hindu-Budha ke tanah Jawa, orang Jawa sudah menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan nama asli Jawa, yaitu: Sang Hyang Taya: Dia Yang Tak Dapat Dibandingkan Dengan Segala Sesuatu. Sedangkan wayang kulit bukan produk Jawa 100%. Ceritanya diimpor dari India: Mahabharata dan Ramayana. Maka dewa-dewa Hindu pun masuk dan menghiasi pakeliran wayang kulit: Bathara Brahma, Wisnu dan Bathara Guru. Namun pada zaman Islam, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga wayang kulit pun di-Islamkan. Dewa-dewa Hindu dianggap sebagai anak-anak keturunan Nabi Adam. Dan senjata ampuh milik Prabu Yudhistira kalimasada, yang aslinya adalah kalimahosadha, diartikan sebagai Kalimat Sahadat.
tokoh yang paling sakral dalam dunia pewayangan adalah Semar: dewa asli  Jawa. Ia digambarkan sebagai seorang manusia biasa, bahkan seorang  rakyat jelata, abdi yang setia… namun ia tidak mau tunduk-sujud  menyembah kepada siapapun: tidak kepada raja-raja kaya, tidak pula  kepada dewa-dewa di kahyangan. Misinya murni untuk menjaga harmoni  semesta raya. Dan demi mengemban tugasnya itu ia tak segan-segan  mendamprat dewa-dewa di kahyangan dan mempermalukan mereka. Semar tak  pernah takut pada para dewa. Ia berperan di Nusa Jawa seperti halnya  Socrates di Yunani. Dialah yang menyerukan pada penduduk di Nusa Jawa  agar tidak tunduk-sujud menyembah kepada apapun atau siapapun kecuali  Sang Hyang Taya: Ia Yang Tak Dapat Dibandingkan Dengan Segala Sesuatu.  Bahkan Agus Sunyoto dalam novelnya Syaikh Siti Jenar (LKiS, 2003),  menyebut Semar (Dyah Hyang Semar) sebagai guru sucinya orang Jawa pada  jaman purbakala.
2. Hanoman : Wujud ketulusan hati seorang hamba
Pertunjukan yang berdurasi sekitar 150 menit itu diawali dengan  pertemuan Rama, Laksmana dan Sugriwa. Dalam pertemuan itu, Rama  mengatakan bahwa Hanoman menolak hadiah sebagai balas jasa ikut  memerangi Rahwana. Dalam cerita dituturkan, seusai perang, Rama membagi-bagi hadiah  kepada para pahlawan kera yang sangat berjasa dalam perang di Alengka.  Hadiah itu tidak tanggung-tanggung. Masing-masing kera menerima bidadari  dari kahyangan yang cantiknya mungkin melebihi para selebritis di dunia  ini.
Tapi khusus untuk Hanoman, bukan bidadari yang diberi sebagaia  hadiah, melainkan kalung emas Dewi Sita. Kalung itu, dari segi harga  mungkin tidak mahal, tapi memiliki nilai historis yang tidak ternilai.  Kalung itu adalah mas kawin Rama, saat putri dari Matili itu menikah  dengan putra mahkota Ayodhya.
Sikap Hanoman yang menolak hadiah itu ternyata disalahtafsirkan oleh  Sugriwa. Sebagai paman Hanoman, Sugriwa mohon maaf kepada Rama atas  sikap keponakannya yang dinilai tidak hormat itu. Sugriwa tak bisa  memaafkan Hanoman, dan keponakannya itu pun diusir dari komunitas kera,  setelah sempat disiksa.
Hanoman yang melakukan perlawanan kepada Sugriwa segera pergi entah  kemana. Dalam perjalanannya, putra Dewi Hanjani itu mengubah dirinya  menjadi raksasa dengan nama Kalapetak. Secara tak sengaja ia bertemu  dengan raksasa bernama Kumbapranawa. Rakasa itu hendak menyerang Rama,  karena ingin membalas dendam atas kematian Kumbakarna, gurunya.
Kalapetak pun sepakat bergabung dengan Kumbapranawa. Mereka sama-sama  menyerang Rama. Dalam perang itu, Kumbapranawa gugur. Tapi Kalapetak  tak bisa dikalahkan oleh pasukan kera. Rama pun kemudian turun tangan.  Tapi ia tidak melepaskan senjata, melainkan sarana pemunah segala  kekotoran. Sarana yang dilambangkan kayonan itu bisa mengubah Kalapetak  ke wujudnya semula sehingga menjadi Hanoman kembali.
 Sebagai abdi yang baik, tentu saja Hanoman segera menyembah Rama. Ia  segera mohon maaf dan menyatakan bahagia mendapat sarana pemunah  kekotoran itu. Kemudian Hanoman menjelaskan, mengapa menolak hadiah  kalung emas, tiada lain karena ia bekerja tanpa pamrih, tanpa  mengharapkan imbalan balas jasa berupa harta benda yang sifatnya  duniawi. Yang ia inginkan adalah, diri Rama manunggal dengan dirinya.  Dengan demikian, dimanapun dan kapanpun Hanoman selalu dapat mengingat  Rama yang tak lain penjelmaan Wisnu di dunia ini. Dalam bahasa  Sansekerta, mengingat dan menyebut nama Tuhan berulang-ulang disebut  namasmaranam. Atas permintaan itu, Rama berkenan bersemayam dalam padma  hredaya (hati) Hanoman.
Lakon yang disuguhkan Juanda itu, rupanya sudah diimbuhi kawidalang  (karangan dalang) dari cerita sumbernya. Dalam versi India (yang  dianggap sebagai sumber cerita Ramayana), Hanoman tidak pernah  diceritakan diusir oleh Sugriwa akibat penolakan hadiah kalung emas itu.  Hanoman diceritakan membuka dadanya dan yang masuk ke padma hredayanya  adalah Rama dan Sita. Demikian pula tak pernah diceritakan, murid  Kumbakarna bernama Kumbapranawa membalas dendam. Tokoh itu, rupanya  hasil karangan dalang. 
Kawi dalang itu sah-sah saja, karena memang tidak merusak babon  cerita. Penambahan itu mungkin saja dilakukan untuk memperkaya cerita  dan menambah unsur-unsur dramatis sehingga dapat memancing emosi  pendengar atau penonton. Apa yang diperoleh Hanoman, rupanya itulah  hadiah yang tertinggi. Tidak ada hadiah yang lebih tinggi lagi selain  dapat mengenang nama Tuhan tiap hembusan nafas.
Akan tetapi untuk dapat mencapai hal yang luar biasa dan istimewa  itu, diperlukan usaha spiritual (sadhana) yang luar biasa pula. Bentuk  sadhana itu adalah pengabdian yang tulus ikhlas. Pengabdian yang tulus  ikhlas antara lain baru bisa dilakukan setelah berhasil mengubah sifat  keraksasaan menjadi sifat kemanusiaan. Sifat kemanusiaan itu juga diubah  menjadi sifat kedewataan. Dengan adanya sifat kedewataan itulah, maka  akan menunggal dengan dewata. Dalam istilah Jawa, sebagaimana disebutkan  Dalang Juanda, manunggalaning kawula lan Gusti.
3. Pesan Moral Lainnya
Ceritera dalam pertunjukan wayang kulit sejatinya menampilkan ajaran  moral, dimana manusia hidup diharapkan dapat mengetahui mana yang baik  dan mana yang buruk. Tamsil etika nilai-nilai dalam wayang biasanya  disampaikan secara tegas misalnya jangan membunuh, jangan berdusta,  jangan berkhianat, tidak boleh marah, tidak boleh munafik dan lain  sebagainnya. 
Hal lain yang ditampilkan dalam pergelaran wayang adalah soal dilema  atau pilihan. Manusia hidup ternyata selalu dihadapkan dengan pilihan.  Tetapi apapun pilihannya manusia toh harus memilih, meski pilihan atau  keputusan yang diambilnya tid fak pernah sempurna. Hal ini menunjukan  bahwa manusia secara spikologis dan filosofis selalu dihadapkan dengan  problemanya yang tak pernah terpecahkan dengan sempurna. Kemudian  manusia harus mampu berdiri di salah satu pihak, mau yang baik atau yang  buruk misalnya; Jamadagni harus memilih membunuh istrinya atau  membiarkan istrinya berdosa Rama Parasu harus memmilih membunuh Ibunya  atau menentang perintah Ayahnya Harjuna sasra Harus memlilih  meninggalkan tahtahnya atau mencari Nirwana Wibisana harus memilih ikut  angkara atau ikut kebenaran. Sri Rama Harus memilih, mengorbankan  rakyatnya atau mengonbankan cintanya.
Sesudah manusia berani menetapkan pilihannya maka barulah keputusan  dan tindakan manusia itu berarti dan bermakna bagi kehidupannya. Tanpa  pendirian yang tegas mengenai pilihan dasarnya maka sebenarnya manusia  tidak menjalani kemanusiaaanya atau eksistensinya. Jadi dengan demikian  setiap tindakan manusia akan selalu didukung oleh suatu sikap etis. Ia  tidak akan dapat lari dan melepas tangung jawab dari  tindakan-tindakannya. Inilah salah satu ajaran wayang tentang bagaimana  manusia harus bersikap. 

 
ahahhahaa
BalasHapusakhir'y kecantol ma caritra perwayangn...
kren lho filosofis'y???
ambil hikmahny, bnyk pljrn yg d'dpt...
hohohoho
ya.amm~ ky.a kualat ya aku nyambati qm... sampe2 smalam maksa ganti pp qm jangan gmbar wayang lagi...
BalasHapushuaaaaaa~ terbalas saia ><
gomennasaii *deep.bow