Ahlan Wa Sahlan

Welcome to Abstract World
Ahlan Wa Sahlan !!!! (^_^)//

Jumat, 26 Oktober 2012

Pudarnya Pesona Cleopatra

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalan kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal.” Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu”
kata ibu.

“Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu” , ucap beliau dengan nada mengiba.

Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.

Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah (lamaran) sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan anggun.

Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali.

Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, “cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan Lux lho, asli ! kata tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia.

Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari pernikahan datang. Duduk dipelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah dengan emapt group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya!

Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya.

Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku. Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang.

Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh.

Suaranya yang lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing. Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja. Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi pada istri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja.

Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.

Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab ” tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga” Ada kekagetan yang kutangkap diwajah Raihana ketika kupanggil ‘mbak’, ” kenapa mas memanggilku mbak, aku kan istrimu, apa mas sudah tidak mencintaiku” tanyanya dengan guratan wajah yang sedih. “wallahu a’lam” jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, “Kalau mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri kenapa mas ucapkan akad nikah?

Ayahku... Melukis Pelangi...



assalamualaikum wr.wb...
sebelumnya ane mau ngucapin Ied Adha Mubarak dulu buat atum/ antunna sekalian :)
mohon maaf lahir batin ya, berelaan dunia akhirat. he

ada sesuatu yang 'woww' banget ane alami hari ini #senyum senyum sendiri.
sederhana aja sih sebenarnya tapi gimanaaa gituu #terus gw harus bilang 'wawww' gitu? jangan atuh... mulai dari alif aja, alif, ba, ta, tsa...baru dah ke 'waww' #apa coba :D

gini ceritanya, kan abah ane mau pindahan yah, ke luar kota gitu dah dinas...
nah sebagai anak, niatnya mau bantu-bantu ngepak barang. Tapi ane masih sibuk berkutat ama tugas, dan bingung bin bengong nyari inspirasi kejelasan esai bahasa arab yang ane ikuti. Huhu (tolong doanya ya, biar ga ngecewai dosen n fakultas.  )

Nah lagi asik ngerjakan sesuatu, ane dicolek ade ane, dia nunjukin sebuah buku dengan cover warna ijo muda, cantik dah covernya. Dan ternyata oh ternyata… aiihh… ane kaget bin histeris mandangin tuh buku. Gimana gak kaget, judulnya aja gini “Ketika Ikhwan & Akhwat Jatuh Cinta (Mengungkap Rahasa Cinta di Kalangan Aktivis)” trus gitu ada tulisan kecil di covernya “Jangan Takut Jatuh Cinta”. Nah lhoo… 

Perasaan ane kagak pernah beli buku kaya beginian, kok tiba-tiba maujud gitu lho. Ane buka dalemnya, dan disana ada nama abah ane. Ya! Berarti buku ini teh punya abah… ane jadi penasaran, buku ini buku waktu beliau kuliah atau kapan gitu? 

Ane baca sekilas dengan senyum senyum. abah ane dulu juga ngalamin yang seperti ini kan yah? Ciyee ciyee hihihi. Mulai dah ane ngebayangin, ikhwan yang pegimana yah abah ane waktu ngampus. Paling ganteng pasti. Hihi 

Tapi kan itu Cuma praduga aja, so, ane beranikan diri nanya ma abah, alangkah syok bin kagetnya ane mendengar jawaban beliau. Katanya buku ini buat aneee !!! Oou Emm Gii Oh My God ! Ya Allah….. Kirain emang punya beliau waktu ngampus. Perasaan ane campur aduk ngedengernya. Malu iya, seneng iya, nano nano dah.

Kamis, 18 Oktober 2012

Utang Luar Negeri dan Solusi Syariah

Utang luar negeri adalah salah satu problematika mendasar yang dihadapi bangsa ini. Betapa tidak, untuk tahun fiskal 2006 saja, sebagaimana yang diungkap anggota DPR Rama Pratama, bahwa sebanyak 48,70 persen dari total PPh dan PPn senilai Rp 339,2 trilyun, habis terpakai untuk membayar utang pemerintah (Republika, 17 Maret 2006). Padahal kita mengetahui bahwa uang tersebut dibayarkan oleh masyarakat luas. Dengan demikian, rakyatlah yang menanggung beban tersebut. Sungguh suatu kondisi yang sangat ironis dan pahit. Sehingga, alokasi dana APBN sebesar itu, yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan sistem pendidikan dan kesehatan nasional, menjadi “terbuang percuma” akibat utang yang harus dibayar pemerintah.


Sesungguhnya, pilihan untuk meminta penghapusan utang luar negeri, atau sekurang-kurangnya meminta penghapusan bunga utang, menjadi sebuah pilihan yang rasional. Namun demikian, pemerintah tampaknya memiliki pandangan-pandangan lain sehingga langkah tersebut tidak dijadikan sebagai solusi utama. Malah yang terjadi adalah kebijakan utang luar negeri tetap dipertahankan sebagai salah satu sumber pembiayaan APBN. Penulis khawatir kebijakan ini akan membuat Indonesia semakin sulit keluar dari “lingkaran setan” utang dan kemiskinan.

Menyiasati kondisi yang ada, perlu kiranya dirumuskan strategi alternatif untuk bisa keluar dari perangkap tersebut. Penulis melihat bahwa ekonomi syariah adalah alternatif yang tepat. Pada kesempatan ini, penulis bermaksud mengusulkan beberapa skenario yang bisa dilakukan oleh pemerintah berdasarkan sistem ekonomi syariah. Skenario ini diarahkan sebagai upaya untuk mengembangkan perekonomian nasional, sekaligus tidak merugikan negara-negara yang selama ini telah menjadi kreditor bagi Indonesia.
Caranya adalah dengan mengkonversi dana utang yang harus dibayar, yang berjumlah ± 90 trilyun rupiah untuk APBN 2006, kedalam berbagai bentuk pola hubungan investasi dan pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Intinya, daripada dana tersebut diberikan begitu saja kepada negara kreditor, lebih baik dana tersebut dikelola oleh negara untuk kepentingan ekonomi rakyat dengan skenario yang menguntungkan semua pihak, sehingga tidak ada yang dirugikan. Pendeknya, ini adalah win-win solution dan oleh karena itu, renegosiasi utang merupakan jalan yang terbaik.
Satu hal sebagai langkah awal yang harus dilakukan adalah menghentikan kebijakan utang luar negeri secara total. Pemerintah harus memiliki keyakinan kuat bahwa langkah tersebut memiliki manfaat yang lebih baik buat negara ini. Tulisan ini mencoba menguraikan secara singkat skenario-skenario yang mungkin diimplementasikan beserta langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan sebagai tindak lanjutnya.

Bank Syariah, antara Cita & Fakta

 
Terhitung sejak beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, maka kebangkitan ekonomi islam di Indonesia telah berumur sekitar 17 tahun. Selama kurun waktu hampir dua dasawarsa itu, perkembangan ekonomi islam di Indonesia terbilang luar biasa. Dapat dibuktikan dengan keberadaan Bank Syariah, dimana pertumbuhan bank syariah di negara muslim terbesar ini sangat maju terutama dari segi kuantitasnya. Namun demikian, ternyata ada persoalan besar yang dihadapi oleh bank syariah ini yaitu dari segi kualitasnya terutama menyangkut aspek kepatuhan terhadap syariah (sharia compliance).

Apabila pertanyaan “Apakah ada bedanya antara bank syariah dengan bank konvensional” diajukan kepada umat Islam, maka jawaban dominan yang ditemui adalah “tidak ada bedanya alias sama saja”. Keadaan ini terjadi karena memang aktivitas atau praktek di lapangan yang dijalankan oleh sebagian besar bank syariah cenderung sesuai dan mengarahkan menuju jawaban itu. Tulisan ini mencoba untuk menguraikan analisis kaitannya dengan permasalahan sharia compliance yang melanda Bank Syariah selama ini.


Tidak dapat dipungkiri bahwa Bank Syariah sendiri merupakan usaha yang profit oriented, tetapi sesuai dengan prinsip Ekonomi Islam bahwa dalam berbisnis harus sesuai dengan panduan syariah dan memperhatikan kehidupan dunia serta akhirat secara seimbang. Perlu diingatkan mengenai salah satu perbedaan utama antara sistem Ekonomi Islam dengan sistem ekonomi konvensional adalah digantikannya instrumen bunga dengan sistem bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing). Hal inilah yang tentunya juga mencirikan perbedaan Bank Syariah dengan lainnya.

Hal yang membuat gencarnya tuduhan bahwa Bank Syariah hanya berlabel syariah saja sedangkan isinya sama saja dengan konvensional adalah besarnya proporsi pembiayaan murabahah atau bai bitsaman ajil yang berbasis fixed margin, sekaligus penyimpangan yang dilakukan Bank Syariah dalam menerapkan akad jual beli ini. Data sampai saat ini menunjukkan bahwa proporsi akad murabahah menguasai sekitar 60-70% jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah (baik Bank Syariah maupun BMT). Keadaan ini memang tidak hanya menjangkiti Bank Syariah di Indonesia tetapi juga di Malaysia dan negara-negara Timur Tengah.

Selasa, 09 Oktober 2012

aku, pada-Mu...

 
Bismillaahirrahmanirrahim

YA ALLAH...

Aku ingin mencintai-Mu seperti matahari yang tak pernah ingkar bersinar di pagi hari...


Aku ingin mencintai-Mu seperti ombak yang selalu kembali kepantai...


Aku ingin mencintai-Mu seperti bintang yang menantikan bulan sebagai pasangan..


Aku ingin mencintai-Mu seperti hujan yang di nanti di musim kemarau...


Aku ingin mencintai-Mu seperti cinta-Mu yang tak pernah luntur untukku...

Aamiin..