ANALISIS PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DI INDONESIA
Oleh : Noor Hafizah Uhdiyati (1001150149)
Indonesia adalah negara dengan
mayoritas muslim terbesar di dunia. Dengan total penduduk muslim 85 % dari
jumlah warga negara. Setiap tahunnya, negara kita mengirimkan sekitar 211.000
calon jemaah haji reguler ke Tanah Suci untuk menjalankan Ibadah Haji. Total
tersebut belum termasuk calon jemaah haji khusus, dimana Kerajaan Saudi Arabia
menyediakan 17.000 visa setiap tahunnya. Kuota tersebut terus bertambah,
mengingat minat masyarakat terus meningkat untuk menjalankan Ibadah Haji. Hal
ini menimbulkan banyak peluang bagi beberapa pihak. Ini dibuktikan dengan
menjamurnya Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan travel perjalanan haji
khusus yang berdiri di setiap kota di Indonesia. Bank sebagai lembaga keuangan
pun menangkap adanya peluang untuk membantu masyarakat yang belum memiliki dana
yang cukup untuk melaksanakan Ibadah Haji dengan mengeluarkan produk dana
talangan haji. Persyaratannya pun relatif mudah sehingga tak sedikit yang
memanfaatkan dana talangan haji. Dengan membludaknya calon jemaah haji, tidak
heran jika waiting list (masa tunggu) keberangkatan pun semakin lama.
Penyelenggaraan
Ibadah Haji diatur oleh pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama. Dimana
pemerintah membuka pendaftaran haji sepanjang waktu. Akhirnya terjadi
penumpukan pendaftar yang tidak bisa diberangkatkan pada tahun yang
bersangkutan. Kelebihan para pendaftar itu akhirnya harus menunggu
diberangkatkan pada beberapa tahun berikutnya, dari tahun ke tahun antrian
pendaftar haji semakin banyak. Bahkan
desas desusnya waiting list haji mencapai 20 tahun. Artinya kalau saya
disini mendaftar haji umur 20 tahun, maka kemungkinannya saya berangkat haji
umur 40 tahun. Itupun kalau waiting list-nya masih berkisar 20 tahunan
karena setiap tahun waiting list selalu bertambah. Lantas, bagaimana
calon jemaah haji yang mendaftar umur 50 tahun?
Ada
beberapa permasalahan yang terjadi diantaranya adalah bagaimana mengatasi waiting
list yang semakin lama. Hal ini tentu membuat resah masyarakat yang sudah
lumayan berumur. Untuk masalah ini, pemerintah melalui Kementrian Agama RI
telah mengajukan penambahan kuota jemaah haji kepada Kerajaan Saudi Arabia.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan pengelolaan dana pendaftar haji
yang tersimpan di rekening Kementerian Agama?
Sejak tahun 2011, Kementerian Agama RI menginvestasikan dana haji
yang tersimpan ke dalam Sukuk (Obligasi Ritel berbasis syariah). Hal ini
tentu menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan bagi hasil dari investasi
tersebut walaupun Kementerian Agama berdalih bagi hasil dipergunakan untuk
peningkatan kualitas layanan jamaah haji di tanah suci. Lalu, siapa yang berani
menjamin hal ini tidak beresiko menimbulkan tindak pidana korupsi?
Menurut
Busyro Muqoddas, telah terjadi penggelembungan Biaya Penyelenggara Ibadah Haji
(BPIH) sebesar 38 triliun rupiah dengan bagi hasil sebesar 1,7 triliun rupiah. Ini tentu saja menimbulkan pertanyaan mengapa Kementerian Agama
tidak pernah terbuka mengenai dana haji yang tersimpan. Transparansi adalah
sesuatu yang sangat ditunggu oleh masyarakat di saat semakin menurunnya tingkat
kepercayaan terhadap pemerintah terlebih jika sudah menyangkut masalah uang.
Perlu dipertanyakan mengapa bisa terjadi penggelembungan dana BPIH yang begitu
besar. Padahal, di tingkat paling bawah (di perbankan), pengawasan aliran dana
setoran awal untuk pendaftaran porsi haji dilakukan dengan sangat ketat hingga
melibatkan Badan Pengawas Keuangan (BPK) untuk pengauditan secara berkala.
Menurut
saya, solusi yang dapat ditawarkan saat ini adalah dengan adanya transparansi
laporan keuangan setiap tahunnya dari pihak Penyelenggara Ibadah Haji,
mengumumkan dana yang masuk dan keluar untuk kepentingan penyelenggaraan Ibadah
Haji. Kalau perlu laporan keuangan tersebut dimuat pada media massa secara
berkala. Kemudian melakukan pembenahan sistem pendaftaran haji dengan
mengembalikan pada sistem lama dimana pendaftaran haji
hanya dibuka setahun sekali dan ditutup sampai dengan batas kuota haji
tahun yang bersangkutan, Jadi tidak ada daftar tunggu lagi, hanya saja
pendaftarannya kalau dulu 3 bulan sebelum musim haji ya sekarang lebih
dimajukan 4 atau 5 bulan sebelumnya agar cukup untuk pengurusan
administrasinya. Hal yang demikian ini akan menghindarkan prasangka negatif dan
bagi masyarakat betul-betul merasa lega karena begitu siap biaya dan mental,
mereka dapat mendaftar dan berangkat di tahun yang bersangkutan.
Wallahu a’lam
mudahan kena q kawa kesana jua :)
BalasHapusAamiiin ya Rabb
BalasHapusLawan keluarga skalian. Hhe
Allahumma ballighna baitakal muharram wa ziyarata nabiyyikal mukarram,,,amin ya Rabbal 'alamin
BalasHapusBlog x semakin cantik aja ^_^
Aamiiin ya mujibassailiiin :)
BalasHapusHehe.. Alhamdulillah. ^_^