Haii readerrr !!!!
Kali ini aku coba bikin cerita tentang peperangan di Gaza…
Cz  akhir-akhir ini aku lagi sangat-sangat prihatin dengan peperangan  ini... peristiwa yang menyayat hati... dan berbagai peristiwa lain yang  melanggar prikemanusiaan
Ini semua hanya fiktif... hasil rekayasa  otak kananku,,, maaf kalau cerita ini tidak begitu menyentuh dan kurang  bermutu karena author yang memang tidak sepuitis seorang pujangga  *jiahhh*  kejadian ini sedikit banyaknya sama dengan kejadian yang  dialami korban-korban peperangan di sana. Aku dapatkan dari beberapa  artikel yang kubaca.Aku hanya ingin memberitahu gambaran penderitaan  korban-korban peperangan di sana...
Semoga dapat bermanfaat
 =========================================================================
Aku  bertanya dalam hati... kapan semua ini akan berakhir... kapan negaraku  dapat terbebas dari semua penderitaan ini... Kapan negaraku bisa bebas  seperti negara lain... Kapan kami semua dapat hidup dengan tenang...  tanpa pertumpahan darah lagi...
Kami merindukan  ketenangan... merindukan kedamaian... merindukan kesejahteraan...Kami  rindu saat dimana kami dapat sekolah bersama... menuntut ilmu agama...  kami rindu saat kami dapat mengadakan pengajian dengan bebas... kami  rindu saat-saat kami dapat berkumpul dengan sanak keluarga dan  menghabiskan waktu dengan mereka... kami rindu saat-saat itu...  saat-saat dimana kami masih dengan bebas melakukan semuanya... melakukan  aktifitas rutin, tak bisa kujelaskan bagaimana kami merindukan  semuanya... merindukan gelak tawa anak-anak yang bermain di halaman  rumahnya, merindukan bagaimana senangnya suasana anak-anak yang  bersekolah, merindukan bagaimana ramainya pasar, merindukan ramainya  jalan raya yang selalu dipenuhi mobil-mobil dan pejalan kaki, merindukan  kebersamaan kami dengan keluarga dan kerabat... merindukan senyum ramah  setiap orang yang menyapa saudaranya... bahkan merindukan tangisan anak  kecil yang dimarahi ibunya karena seharian bermain...
Aku  tau itu adalah hal sepele... terutama bagi negara lain, bagi negara  yang tidak punya konflik seperti negara kami, negara yang masih menjamin  setiap hak asasi manusia warganya... mereka merasakannya setiap hari...  mereka bebas... mereka dapat melakukan apapun tanpa harus terkekang...  tapi justru hal sepele seperti itu yang sangat kami rindukan...
Aku  adalah seorang remaja putri Palestina. Namaku Aisyah. Usiaku 17 tahun  Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku, Umar dan ayahku Muhammad  telah bergabung dengan syuhada lain untuk berperang melawan Zionis  israel. Aku bahagia sekaligus sedih melihat semangat perjuangan mereka.  Bahagia karena mereka bukan pengecut... mereka berani melawan Israel  dengan hanya berbekal senjata sederhana, Tak ada sedikitpun ketakutan di  mata mereka. Mereka tak gentar karena mereka memegang teguh keyakinan  kami. Mereka yakin kalau Allah SWT akan senantiasa melindungi mereka.  Mereka yakin dengan janji-janji Allah... mereka yakin akan pertolongan  Allah...Mereka yakin Allah tidak akan pernah meninggalkan mereka sedetik  pun, mereka yakin itu... begitu juga aku dan ibuku...Namun aku tidak  dapat menyangkal kesedihanku, aku sedih dan takut dengan resikonya.  Mereka mempertaruhkan nyawa mereka. Aku bahagia karena mereka akan  pulang dengan senyuman kemenangan atau syahid di jalan Allah... namun  aku juga sedih, aku takut kehilangan mereka...benar-benar takut...  Sekarang, aku tinggal di kampung pengungsian Jabaliya yang terletak di  bagian utara Gaza city, tak jauh dari pintu perbatasan Erez karena  hampir semua bangunan dan pemukiman kami telah rata dengan tanah. Aku  tinggal bersama ibuku, Khadijah dan adik kecilku yang masih berusia 2  tahun, Zahra.
pertumpahan darah memang tak asing lagi bagi  kami... pembunuhan dan pembantaian adalah sesuatu yang biasa terjadi...  setiap hari bahkan setiap detik ada saja syuhada yang gugur syahid...  setiap detik selalu ada keluarga yang menjerit histeris melihat kepala  keluarga mereka sudah tidak bernyawa lagi... setiap detik selalu  terdengar jeritan-jeritan memilukan penduduk yang harus menahan sakit  karena penyiksaan yang dilakukan Zionis Israel... setiap detik puluhan  anak kecil tak berdosa harus meregang nyawa... Setiap detik dikota  kami... akan terus ada pertumpahan darah...
Beginilah masa  remajaku.Sedikitpun aku tidak merasakan indahnya masa remaja seperti  yang remaja-remaja puteri alami pada umumnya. Mereka bersenang-senang  dengan sahabat... mereka menghabiskan waktu mereka bersama teman-teman  atau hanya untuk mengurus sebuah relasi yang dinamakan ’pacaran’. Jujur  aku tidak pernah merasakannya. Namun, aku bersukur... mungkin dengan  adanya cobaan di negeriku seperti ini dapat menghindarkan kami dengan  hal-hal negatif pergaulan remaja. Kami menghargai hidup... kami berjuang  untuk hidup... bukan untuk bersenang-senang...
Aku  merinding mendengar beberapa bom yang meledak...roket-roket juga  dihujankan dengan membabi buta. Suaranya begitu menggelegar karena  jaraknya yang begitu dekat dengan kami... Malam ini tentara-tentara  Israel kembali beraksi.Penerangan kami yang hanya sebatang lilin pun  dipadamkan. Kini sumber cahaya kami adalah kepulan-kepulan api dari bom  itu. Aku bersukur karena apinya tidak menjalar ke tenda kami. Aku hanya  bisa meringkuk di sudut tenda kami sambil memeluk Zahra yang sudah  berkeringat dingin karena ketakutannya. Sementara ummi (read:ibu) hanya  bisa terbaring pucat di pangkuanku. Ummi sakit. Sudah dua hari demamnya  tidak kunjung turun. Kami hanya bisa terus berdzikir dan beristighfar.
”ukhti... kapan bomnya berhenti...” Zahra bertanya kepadaku.
”sebentar  lagi... sebentar lagi semuanya akan berakhir” aku terpaksa berbohong  untuk menghiburnya. Kupaksakan untuk tersenyum di depannya. Kulihat raut  wajahnya menjadi sedikit cerah.
”tapi... aku takut...abi dan akhi  (read ayah dan kakak) kemana? Kenapa belum pulang?” Zahra kembali  bertanya. Aku terdiam. Apalagi yang harus kukatakan kepadanya...
”mereka  baik-baik saja... jangan takut sayang... mereka akan selalu dilindungi  Allah... begitu pula dengan kita... kita akan selalu dilindungi-Nya”  tiba-tiba ummi menjawab pertanyaan Zahra dengan suara lirihnya. Aku  menitikkan air mataku. Ucapan ummi yang tegar membuatku terharu. Ya  Allah... lindungilah kami.
*****
Kulangkahkan kakiku menuju  pasar.Hatiku serasa tersayat pisau manakala melihat puing-puing bangunan  yang sudah rata dengan tanah, bahkan aku melihat beberapa penduduk dan  beberapa relawan berlari-lari kecil membawa kerabat mereka yang terluka  dan berlumur darah. Astaghfirullah...
Walaupun banyak bangunan  yang porak-poranda, masih ada beberapa penjual yang berbaik hati menjual  kebutuhan pokok untuk kami. Berbagai bantuan yang mengalir dari  negara-negara lain seoah tidak bisa kami nikmati lagi karena para zionis  itu merampasnya. Mereka juga menyerang kapal yang mengangkut relawan  yang akan membantu kami. Mereka benar-benar tega!!!
Aku mengantri  dan berdesakan dengan penduduk lain yang juga ingin membeli kebutuhan  mereka. Aku ingin membelikan obat dan beberapa potong roti untuk kami  karena persediaan makanan sudah hampir habis. Keringat mengucur di wajah  kami karena siang ini matahari begitu terik. Ditambah lagi aku memakai  jilbab hitam lusuh yang menyerap panas.
Alhamdulillah... aku  mendapatkan beberapa potong roti dan obat yang kuinginkan setelah  mengantri beberapa jam. Hatiku kembali miris melihat seorang laki-laki  lanjut usia terduduk lemas di pinggiran sebuah bangunan. Aku berjalan ke  arah beliau. Mata beliau berkaca-kaca sambil terus berdzikir. Keringat  beliau mengucur dari pakaian lusuh yang beliau kenakan. Beliau  menengadahkan tangannya ke arahku dengan tatapan yang benar-benar  menyayat hatiku. Wajah beliau terkoyak beberapa senti, tangan beliau  juga dipenuhi lumuran darah segar yang sudah membeku. Aku berjongkok dan  memberikan sepotong roti yang kupunya. Tak henti hentinya beliau  mengucapkan terima kasih kepadaku.
Aku yang semula ingin mencari  bantuan untuk orang tua itu. namun tiba-tiba saja zionis israel  menyerang pasar dan mulai menembak-nembaki semuanya dengan membabi buta,  tak peduli warga sipil, wanita hamil bahkan anak-anak sekalipun. Aku  berlari menyelamatkan diriku. Berlari semampuku sambil terus membawa  belanjaan yang kupegang. Sekuat tenaga aku berlari menuju tenda.
Entah  kenapa firasatku tidak enak dan ternyata benar. Ummi dan penduduk  lainnya diseret dan dipaksa keluar dari tenda kami. Dengan tangan yang  diikat dan mata yang ditutup. Aku berlari kesana. Yang benar saja ummi  masih sakit. Keringat diwajahku sekarang telah menyatu dengan air  mataku.Tentara keparat itu mulai menembak dengan membabi buta seperti  yang dilakukannya di pasar tadi. Aku segera menyelamatkan ummiku. Aku  mencari cari sosok Zahra namun hasilnya nihil. Kami tidak bisa berlari  kencang karena kondisi ummi yang tidak memungkinkan. Tiba-tiba ummi  tersungkur di belakangku. Beberapa timah panas menembus punggung beliau.  Salah satunya tepat mengenai jantung. Aku histeris dan terus  menggoyang-goyangkan tubuh ummi yang sudah terbujur kaku. Namun,  seketika rasa perih yang teramat sangat menghantamku. Sebutir timah  panas bersarang di pinggangku. Aku terkulai di samping ummi yang sudah  berlumur darah. Samar-samar aku melihat sosok Zahra yang berlari kearah  kami. Ya Allah dia ditembak zionis itu sehingga membuatnya tersungkur.  Aku mencoba merangkak ke arahnya dengan deraian air mata dan sisa tenaga  yang kupunya. Dan lagi-lagi zionis israel mendaratkan timah panasnya di  kakiku. Semuanya pun menjadi gelap.
******
Perlahan aku  membuka mataku. Hari sudah mulai malam. Keadaan disini tenang karena  zionis israel sudah pergi. Aku belum mati. Namun,rasa perih menjalar ke  seluruh tubuhku karena kedua timah ini masih bersarang di tubuhku.ini  benar-benar menyakitkan. Aku melihat ummi yang sudah terbujur kaku.Aku  juga melihat puluhan mayat bergelimpangan di sini. Aku tidak bisa  menjelaskan bagaimana mengerikannya kondisi mereka saat ini. Aku  menangis disela rintihanku sambil terus berdzikir. Aku menutup mata ummi  dengan tanganku. Ummi~ berbahagialah di sisi-Nya...
Aku teringat  Zahra. Aku mencari-cari sosoknya yang tersungkur waktu itu. aku tidak  bisa berkata-kata ketika melihat mayatnya mulai dikerumuni anjing. Ya!  Itu anjing zionis itu. Anjing-anjing itu melahap dagingnya... daging  manusia...daging adik ku... Tenggorokanku tercekik melihatnya. Aku  mencari beberapa batu dan melempar ke arah anjing itu. Mereka menjauh.  Dengan sekuat tenaga aku merangkak ke arahnya. Tiba-tiba hujan rudal dan  bom kembali berjatuhan. Aku masih merangkak. Dari jauh kulihat abi dan  akhiku berlari ke arah kami sambil terus meneriakkan ’Allahuakbar!’.  Mereka datang... Tapi seketika mereka dihujani tembakan oleh zionis  Israel di belakangku. Mereka jatuh tersengkur... Ya Allah... hatiku  bergetar... keluargaku... syahid... Allahu akbar.
Terdengar hujan  timah panas mengarah kepadaku. Rasa perih disekujur tubuhku hilang  seketika. Aku tersungkur. Aku menyusul mereka yang mati syahid...
END~

 
Ceritanya menyentuh ukh... Semoga saudara2 qt dblhn bumi sana snntiasa d.lndungi o/ Allah.. Aamiin...
BalasHapusalhamdulillah....
BalasHapusaamiiin :)