Ahlan Wa Sahlan

Welcome to Abstract World
Ahlan Wa Sahlan !!!! (^_^)//

Selasa, 06 September 2011

Gaza . . . (Cerpen Islami Perdana)

Haii readerrr !!!!
Kali ini aku coba bikin cerita tentang peperangan di Gaza…
Cz akhir-akhir ini aku lagi sangat-sangat prihatin dengan peperangan ini... peristiwa yang menyayat hati... dan berbagai peristiwa lain yang melanggar prikemanusiaan
Ini semua hanya fiktif... hasil rekayasa otak kananku,,, maaf kalau cerita ini tidak begitu menyentuh dan kurang bermutu karena author yang memang tidak sepuitis seorang pujangga *jiahhh* kejadian ini sedikit banyaknya sama dengan kejadian yang dialami korban-korban peperangan di sana. Aku dapatkan dari beberapa artikel yang kubaca.Aku hanya ingin memberitahu gambaran penderitaan korban-korban peperangan di sana...
Semoga dapat bermanfaat
 =========================================================================



Aku bertanya dalam hati... kapan semua ini akan berakhir... kapan negaraku dapat terbebas dari semua penderitaan ini... Kapan negaraku bisa bebas seperti negara lain... Kapan kami semua dapat hidup dengan tenang... tanpa pertumpahan darah lagi...

Kami merindukan ketenangan... merindukan kedamaian... merindukan kesejahteraan...Kami rindu saat dimana kami dapat sekolah bersama... menuntut ilmu agama... kami rindu saat kami dapat mengadakan pengajian dengan bebas... kami rindu saat-saat kami dapat berkumpul dengan sanak keluarga dan menghabiskan waktu dengan mereka... kami rindu saat-saat itu... saat-saat dimana kami masih dengan bebas melakukan semuanya... melakukan aktifitas rutin, tak bisa kujelaskan bagaimana kami merindukan semuanya... merindukan gelak tawa anak-anak yang bermain di halaman rumahnya, merindukan bagaimana senangnya suasana anak-anak yang bersekolah, merindukan bagaimana ramainya pasar, merindukan ramainya jalan raya yang selalu dipenuhi mobil-mobil dan pejalan kaki, merindukan kebersamaan kami dengan keluarga dan kerabat... merindukan senyum ramah setiap orang yang menyapa saudaranya... bahkan merindukan tangisan anak kecil yang dimarahi ibunya karena seharian bermain...

Aku tau itu adalah hal sepele... terutama bagi negara lain, bagi negara yang tidak punya konflik seperti negara kami, negara yang masih menjamin setiap hak asasi manusia warganya... mereka merasakannya setiap hari... mereka bebas... mereka dapat melakukan apapun tanpa harus terkekang... tapi justru hal sepele seperti itu yang sangat kami rindukan...

Aku adalah seorang remaja putri Palestina. Namaku Aisyah. Usiaku 17 tahun Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku, Umar dan ayahku Muhammad telah bergabung dengan syuhada lain untuk berperang melawan Zionis israel. Aku bahagia sekaligus sedih melihat semangat perjuangan mereka. Bahagia karena mereka bukan pengecut... mereka berani melawan Israel dengan hanya berbekal senjata sederhana, Tak ada sedikitpun ketakutan di mata mereka. Mereka tak gentar karena mereka memegang teguh keyakinan kami. Mereka yakin kalau Allah SWT akan senantiasa melindungi mereka. Mereka yakin dengan janji-janji Allah... mereka yakin akan pertolongan Allah...Mereka yakin Allah tidak akan pernah meninggalkan mereka sedetik pun, mereka yakin itu... begitu juga aku dan ibuku...Namun aku tidak dapat menyangkal kesedihanku, aku sedih dan takut dengan resikonya. Mereka mempertaruhkan nyawa mereka. Aku bahagia karena mereka akan pulang dengan senyuman kemenangan atau syahid di jalan Allah... namun aku juga sedih, aku takut kehilangan mereka...benar-benar takut... Sekarang, aku tinggal di kampung pengungsian Jabaliya yang terletak di bagian utara Gaza city, tak jauh dari pintu perbatasan Erez karena hampir semua bangunan dan pemukiman kami telah rata dengan tanah. Aku tinggal bersama ibuku, Khadijah dan adik kecilku yang masih berusia 2 tahun, Zahra.


pertumpahan darah memang tak asing lagi bagi kami... pembunuhan dan pembantaian adalah sesuatu yang biasa terjadi... setiap hari bahkan setiap detik ada saja syuhada yang gugur syahid... setiap detik selalu ada keluarga yang menjerit histeris melihat kepala keluarga mereka sudah tidak bernyawa lagi... setiap detik selalu terdengar jeritan-jeritan memilukan penduduk yang harus menahan sakit karena penyiksaan yang dilakukan Zionis Israel... setiap detik puluhan anak kecil tak berdosa harus meregang nyawa... Setiap detik dikota kami... akan terus ada pertumpahan darah...

Beginilah masa remajaku.Sedikitpun aku tidak merasakan indahnya masa remaja seperti yang remaja-remaja puteri alami pada umumnya. Mereka bersenang-senang dengan sahabat... mereka menghabiskan waktu mereka bersama teman-teman atau hanya untuk mengurus sebuah relasi yang dinamakan ’pacaran’. Jujur aku tidak pernah merasakannya. Namun, aku bersukur... mungkin dengan adanya cobaan di negeriku seperti ini dapat menghindarkan kami dengan hal-hal negatif pergaulan remaja. Kami menghargai hidup... kami berjuang untuk hidup... bukan untuk bersenang-senang...

Aku merinding mendengar beberapa bom yang meledak...roket-roket juga dihujankan dengan membabi buta. Suaranya begitu menggelegar karena jaraknya yang begitu dekat dengan kami... Malam ini tentara-tentara Israel kembali beraksi.Penerangan kami yang hanya sebatang lilin pun dipadamkan. Kini sumber cahaya kami adalah kepulan-kepulan api dari bom itu. Aku bersukur karena apinya tidak menjalar ke tenda kami. Aku hanya bisa meringkuk di sudut tenda kami sambil memeluk Zahra yang sudah berkeringat dingin karena ketakutannya. Sementara ummi (read:ibu) hanya bisa terbaring pucat di pangkuanku. Ummi sakit. Sudah dua hari demamnya tidak kunjung turun. Kami hanya bisa terus berdzikir dan beristighfar.
”ukhti... kapan bomnya berhenti...” Zahra bertanya kepadaku.
”sebentar lagi... sebentar lagi semuanya akan berakhir” aku terpaksa berbohong untuk menghiburnya. Kupaksakan untuk tersenyum di depannya. Kulihat raut wajahnya menjadi sedikit cerah.
”tapi... aku takut...abi dan akhi (read ayah dan kakak) kemana? Kenapa belum pulang?” Zahra kembali bertanya. Aku terdiam. Apalagi yang harus kukatakan kepadanya...
”mereka baik-baik saja... jangan takut sayang... mereka akan selalu dilindungi Allah... begitu pula dengan kita... kita akan selalu dilindungi-Nya” tiba-tiba ummi menjawab pertanyaan Zahra dengan suara lirihnya. Aku menitikkan air mataku. Ucapan ummi yang tegar membuatku terharu. Ya Allah... lindungilah kami.
*****
Kulangkahkan kakiku menuju pasar.Hatiku serasa tersayat pisau manakala melihat puing-puing bangunan yang sudah rata dengan tanah, bahkan aku melihat beberapa penduduk dan beberapa relawan berlari-lari kecil membawa kerabat mereka yang terluka dan berlumur darah. Astaghfirullah...
Walaupun banyak bangunan yang porak-poranda, masih ada beberapa penjual yang berbaik hati menjual kebutuhan pokok untuk kami. Berbagai bantuan yang mengalir dari negara-negara lain seoah tidak bisa kami nikmati lagi karena para zionis itu merampasnya. Mereka juga menyerang kapal yang mengangkut relawan yang akan membantu kami. Mereka benar-benar tega!!!
Aku mengantri dan berdesakan dengan penduduk lain yang juga ingin membeli kebutuhan mereka. Aku ingin membelikan obat dan beberapa potong roti untuk kami karena persediaan makanan sudah hampir habis. Keringat mengucur di wajah kami karena siang ini matahari begitu terik. Ditambah lagi aku memakai jilbab hitam lusuh yang menyerap panas.
Alhamdulillah... aku mendapatkan beberapa potong roti dan obat yang kuinginkan setelah mengantri beberapa jam. Hatiku kembali miris melihat seorang laki-laki lanjut usia terduduk lemas di pinggiran sebuah bangunan. Aku berjalan ke arah beliau. Mata beliau berkaca-kaca sambil terus berdzikir. Keringat beliau mengucur dari pakaian lusuh yang beliau kenakan. Beliau menengadahkan tangannya ke arahku dengan tatapan yang benar-benar menyayat hatiku. Wajah beliau terkoyak beberapa senti, tangan beliau juga dipenuhi lumuran darah segar yang sudah membeku. Aku berjongkok dan memberikan sepotong roti yang kupunya. Tak henti hentinya beliau mengucapkan terima kasih kepadaku.
Aku yang semula ingin mencari bantuan untuk orang tua itu. namun tiba-tiba saja zionis israel menyerang pasar dan mulai menembak-nembaki semuanya dengan membabi buta, tak peduli warga sipil, wanita hamil bahkan anak-anak sekalipun. Aku berlari menyelamatkan diriku. Berlari semampuku sambil terus membawa belanjaan yang kupegang. Sekuat tenaga aku berlari menuju tenda.
Entah kenapa firasatku tidak enak dan ternyata benar. Ummi dan penduduk lainnya diseret dan dipaksa keluar dari tenda kami. Dengan tangan yang diikat dan mata yang ditutup. Aku berlari kesana. Yang benar saja ummi masih sakit. Keringat diwajahku sekarang telah menyatu dengan air mataku.Tentara keparat itu mulai menembak dengan membabi buta seperti yang dilakukannya di pasar tadi. Aku segera menyelamatkan ummiku. Aku mencari cari sosok Zahra namun hasilnya nihil. Kami tidak bisa berlari kencang karena kondisi ummi yang tidak memungkinkan. Tiba-tiba ummi tersungkur di belakangku. Beberapa timah panas menembus punggung beliau. Salah satunya tepat mengenai jantung. Aku histeris dan terus menggoyang-goyangkan tubuh ummi yang sudah terbujur kaku. Namun, seketika rasa perih yang teramat sangat menghantamku. Sebutir timah panas bersarang di pinggangku. Aku terkulai di samping ummi yang sudah berlumur darah. Samar-samar aku melihat sosok Zahra yang berlari kearah kami. Ya Allah dia ditembak zionis itu sehingga membuatnya tersungkur. Aku mencoba merangkak ke arahnya dengan deraian air mata dan sisa tenaga yang kupunya. Dan lagi-lagi zionis israel mendaratkan timah panasnya di kakiku. Semuanya pun menjadi gelap.
******
Perlahan aku membuka mataku. Hari sudah mulai malam. Keadaan disini tenang karena zionis israel sudah pergi. Aku belum mati. Namun,rasa perih menjalar ke seluruh tubuhku karena kedua timah ini masih bersarang di tubuhku.ini benar-benar menyakitkan. Aku melihat ummi yang sudah terbujur kaku.Aku juga melihat puluhan mayat bergelimpangan di sini. Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana mengerikannya kondisi mereka saat ini. Aku menangis disela rintihanku sambil terus berdzikir. Aku menutup mata ummi dengan tanganku. Ummi~ berbahagialah di sisi-Nya...
Aku teringat Zahra. Aku mencari-cari sosoknya yang tersungkur waktu itu. aku tidak bisa berkata-kata ketika melihat mayatnya mulai dikerumuni anjing. Ya! Itu anjing zionis itu. Anjing-anjing itu melahap dagingnya... daging manusia...daging adik ku... Tenggorokanku tercekik melihatnya. Aku mencari beberapa batu dan melempar ke arah anjing itu. Mereka menjauh. Dengan sekuat tenaga aku merangkak ke arahnya. Tiba-tiba hujan rudal dan bom kembali berjatuhan. Aku masih merangkak. Dari jauh kulihat abi dan akhiku berlari ke arah kami sambil terus meneriakkan ’Allahuakbar!’. Mereka datang... Tapi seketika mereka dihujani tembakan oleh zionis Israel di belakangku. Mereka jatuh tersengkur... Ya Allah... hatiku bergetar... keluargaku... syahid... Allahu akbar.
Terdengar hujan timah panas mengarah kepadaku. Rasa perih disekujur tubuhku hilang seketika. Aku tersungkur. Aku menyusul mereka yang mati syahid...

END~

2 komentar:

  1. Ceritanya menyentuh ukh... Semoga saudara2 qt dblhn bumi sana snntiasa d.lndungi o/ Allah.. Aamiin...

    BalasHapus